Senin, 26 November 2007

LENTERA SI BUTA

Saya nemu nih cerita di sebuah milis dan saya suka banget waktu bacanya. Jadi, biarlah saya membaginya dengan anda semua. Semoga cerita ini bisa menjadi bermanfaat begi kita semua!


Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya.
Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita. Orang buta itu
terbahak berkata: "Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya!
Saya bisa pulang kok."

Dengan lembut sahabatnya menjawab, "Ini agar orang lain bisa melihat kamu,
biar mereka tidak menabrakmu." Akhirnya orang buta itu setuju untuk
membawa pelita itu.

Tak berapa lama, dalam perjalanan, benar saja, seorang pejalan menabrak si
buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, "Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan
buat orang buta dong!" Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.

Selang beberapa lama, seorang pejalan lainnya menabrak si buta lagi. Kali
ini si buta bertambah marah, "Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa
pelita ini supaya kamu bisa lihat!"

Penabrak itu menukas, "Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu
sudah padam!"

Si buta tertegun.. Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, "Oh,
maaf, sayalah yang 'buta', saya tidak melihat kalau Anda orang buta."

Si buta tersipu menjawab, "Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata
kasar saya tadi." Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali
pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan
masing-masing.

Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta
kita ini. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan
santun, "Maaf, apakah pelita saya padam?"

Penabraknya menjawab, "Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama."
Senyap sejenak. Secara berbarengan mereka bertanya, "Apakah Anda orang
buta?" Secara serempak pun mereka menjawab, "Iya," untuk kemudian meledak
dalam tawa.
Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang
berjatuhan akibat bertabrakan.

Waktu itu juga seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia
menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun
berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul pikiran
dalam benak orang ini, "Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya
bisa melihat jalan dengan lebih baik, dan orang lainpun bisa ikut melihat
jalan mereka."

***


Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti
menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan
kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan
(tabrakan!).

Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin,
keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang
lain; tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya
sendiri.

Dalam perjalanan "pulang", ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi
peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah-hati karena menyadari
kebutaannya dan dengan adanya belas-kasihan pihak lain. Ia juga belajar
menjadi pemaaf.

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran,
yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk "membuta" walaupun mereka
bisa melihat.

Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang
sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka
bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta,
sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.

Orang buta kedua mewakili mereka yang sama gelap batinnya dengan kita.
Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat
pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya
untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.

Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya
memiliki pelita kebijaksanaan.

Nah ...Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika
sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH
PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.

Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: "Sejuta pelita dapat dinyalakan
dari sebuah pelita, dimana nyala pelita pertama tidak akan meredup".
Pelita kebijaksanaanpun, tak kan pernah habis terbagi.


Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan.
Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran.
Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman.
Pikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.

Tidak ada komentar: